Jumat, 22 Februari 2008

Tolak Air dan Pembasahan

-Study kasus pengawetan bambu-

Produk dari bambu sering kali membutuhkan perlindungan terhadap kerusakan dengan cara pengawetan secara kimiawi. Penerapannya terhalang oleh bentuk struktur bambu sendiri, pembuatan fasilitas pengawetan serta efek sampingnya terhadap lingkungan.

Pohon atau batang bambu adalah kayu alami yang rentan terhadap serangan serangga dan jamur. Tanpa pengawetan produk yang terbuat dari bambu hanya bertahan 3 tahun. Ada berbagai teknik berbeda dalam pengawetan bambu untuk mencegah kerusakan, serangan serangga dan jamur. Cara pengawetan yang tradisional yaitu dengan merendam bambu didalam air selama seminggu tetapi dengan memperlama masa perendaman akan menjadikan ketahanannya lebih baik. Cara pengawetan yang lain yaitu dengan menggunakan campuran asam borat – boraks, yang lebih ramah lingkungan dan telah di uji coba di Indonesia dengan menggunakan tiga spesies bambu. Ketiga spesies tersebut, antara lain :
  • Dendrocalamus Asper*
  • Gigantochloa Apus*
  • Gigantochloa Atter*
Pengawetan bambu dengan metode VSD (metoda Vertical Soak Diffusion) merupakan langkah maju yang cocok untuk perkebunan bambu skala besar untuk keperluan konstruksi, perabot rumah tangga dan kerajinan tangan.

Bambu yang baik untuk digunakan adalah bambu yang berumur sekitar 3- 5 tahun. Jika bambu terlalu tua maka larutan pengawet (Borak/Boric) akan sulit meresap didalamnya. Cara mengetahui umur bambu, antara lain :

1) Pohon bambu yang terletak di bagian dalam pada umumnya berumur lebih tua.
2) Dengan memberi tanda pada saat bambu masih tunas,ini merupakan cara yang terbaik dan lebih pasti.

Sebelum bambu diawetkan pertama – tama bambu yang masih baru ditebang di olah terlebih dahulu. Misalnya membersihkan bambu dari tunas – tunas yang kemungkinan tumbuh pada ruas – ruas bambu. Setelah bambu bersih, bambu dibiarkan dalam posisi tegak dengan alas batu, dengan cara ini zat kanji yang merupakan makanan serangga (kumbang bubuk) akan terserap oleh daun dalam proses transpirasi. Namun bambu jangan terlalu lama dibiarkan, karena kelmbapan bambu akan sangat mempengaruhi pada proses pengawetannya.

Proses pengawetan bambu dimulai dengan mencampur asam borat dengan boraks. Langkah pertama yaitu dengan menghitung volume bambu. Terdapat tiga cara yaitu:
  1. (Jari-jari2 x 3,14 x panjang bambu) : 1000
  2. Isi batang bambu dengan air dan keluarkan airnya. Ukur berapa liter volumenya kemudian dikalikan jumlah bambu yang akan diawetkan.
  3. Satu ruas dipotong yang memiliki ukuran rata-rata dan diisi air kemudian dihitung volumenya dan dikali dengan jumlah ruas pada satu batang bambu.
Kemudian boraks dan asam borat dicampur dengan perbandingan 2:3 dan ditambahkan air sebanyak volume bambu sehingga dihasilkan larutan 10% (1 bagian boraks-asam borat berbanding dengan 9 bagian air).

Langkah selanjutnya yaitu batang bambu dibersihkan dengan menggunakan sikat atau sabut kelapa dan bagian dalam bambu (buku) dipecahkan tetapi buku yang paling ujung tidak ikut dipecah. Kemudian bambu ditegakkan dan diusahakan tidak bergerak. Dari bagian atas bambu dituangkan larutan pengawet yang telah dibuat dan ditambahkan setiap hari karena larutan ini akan diserap dan waktu yang dibutuhkan untuk penyerapan larutan secara sempurna tergantung ketebalan dan kelembaban bambu.

Setelah itu bagian bawah bambu dipecahkan sehingga larutan pengawet yang tertinggal didalam bambu akan mengalir dan sebaiknya didiamkan dahulu selama 1 jam agar larutan pengawet benar-benar keluar dari dalam bambu dan bersihkan bambu dari sisa bahan pengawet.

Tahapan akhir dari pengawetan yaitu dengan mengeringkan bambu tersebut dengan menyimpannya dalam posisi horizontal ditempat yang teduh yang terlindung dari sinar matahari langsung dan diusahakan jangan terkena hujan karena air akan melarutkan zat pengawet yang telah diserap bambu (Garland,2003).

Metode lain pengawetan bambu antara lain metode boucheri. Metode ini cukup mudah dengan peralatan yang minim. Metode ini juga dinamakan metode pengawetan bambu segar. Dengan bahan pengawet larutan borax (Na2B4O7. 10H2O) dengan konsentrasi 5%. Pengawetan dengan metode ini memberikan bahan pengawet  pada bagian bawah batang bambu dan tidak memotong daun dan ratingnya, agar proses asimilasi dan penyerapan bahan makanan tetap berlangsung. Jadi pengawetan dengan metode ini dilakukan langsung setelah dilakukan pemotongan bambu. Oleh karenanya metode ini dinamakan metode bambu segar. Proses pengawetannya seperti terlihat pada gambar dibawah ini (Krisdianto dkk, 2004):

Struktur bambu terdiri dari selulosa dan lignin. Lignin terdapat pada bagian luar bambu sebagai kulit bambu yang terlihat dari luar, sedangkan bagian dalam bambu tersusun atas selulosa, termasuk ruas buku – buku. Bagian lignin dari bambu kedap air ( tidak dapat ditembus air ) sedangkan bagian dalamnya yang terdiri dari selulosa dapat ditembus oleh cairan. Sehingga pengawet berbenuk cairan dapat menembus masuk kedalam sel – sel selulosa. Bagian sel selulosa ini mengandung bahan pengawet. Maka serangga pemakan bambu tersebut tidak akan menyerang bambu yang sel selulosanya sudah mengandung pengawet. Bambu menjadi lebih tahan lama (Janssen,2006).

Untuk mempercantik tampilan maka bambu yang telah diawetkan dan dikeringkan dilakukan pemvarnishan. Pertama yang harus dilakukan yaitu menghaluskan bagian permukaan bambu dengan ampelas. Setelah lapisan luar yang licin hilang maka selanjutnya diberi varnish secara merata dan dikeringkan sehingga setelah benar-benar kering akan diperoleh bambu yang siap digunakan dimana biasanya digunakan untuk tiang bangunan.

makalah full-version, DownLoad this file :MAKALAH_FULL

Tidak ada komentar: